LAPORAN
PRAKTIKUM
ANATOMI
FISIOLOGI MANUSIA
PEMERIKSAAN
VISUS
DOSEN PEMBIMBING :
LUKMAN SUPRIYANTO,S.FARM.,Apt,M.H
DISUSUN OLEH :
NAMA : Muthmainah
NPM : 1115003261
LABORATORIUM ANATOMI FISIOLOGI MANUSIA
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS PEKALONGAN
2016
Pemeriksaan
Visus
I.tujuan
Mahasiswa
dapat mengetahui cara pemeriksaan dan perhitungan visus
II.Dasar
teori
Visus
(ketjamn penglihatan) adalah ukuran berapa jauh dan detail suatu benda dapat
tertangkap oleh mata.sehingga visus dapat disebut sebagai fisiologi mata yang
paling penting.ketajaman penglihatan didasarkan pada prinip tentang adanya daya
pisah minimumyaitu jarak yang paling kecil antra 2 garis yang masih mungkin
dipisahkan dan dapat ditangkap sebagai 2 garis. (Muniati dkk.2010)
Dikenal beberapa titik di dalam bidang
refraksi,seperti pungtum proksimum merupakan titik terdekat dimana seseorang
masih dapat melihat dengan jelas,titik ini merupakan titik didalam ruang yang
berhubungan dengan retina atau foveola bila mata istirahat.pada emetropia,pungtum
remotum terletak didepan mata (ilyas,2004 dalam gita.2009)
Ada 2 macam visus yaitu :
1.visus
contraksi/centralis
a.visus
centralis jauh :ketajaman penglihatan untuk melihat benda yang jauh
letaknya.disini mata tidak mngatakan akomodasi ,benda sinar sudah dapat jatuh
pada reina/fovea centralis
b.visus
centralis dekat :ketajaman penglihatan untuk melihat benda benda yng
dekat.misal : membaca,menjahit
Disini
, mata berakomodasi supaya bayangan benda yang dilihat jatuh pada retina.
2.visus
perifer
Diperiksa
dengan perimeter.
Yang
penting dari visus perimeter ini adalah luasnya penglihatan.fungsi’’visus
perifer adalah :
-orientasi
: kemampuan untuk mengenal tempat suatu benda terhadap sekitarnya
-pertahanan
tubuh : misalnya kita melihat ular yang menggigit kita,kita melihatnya.
Secara
klinik kelainan refraksi adalah akibat kerusakan ada akomodasi visual, entah
itu sebagai akibat perubahan biji mata, maupun kelainan pada lensa. Kelainan
refraksi yang sering dihadapi sehari-hari adalah miopia, hipermetropia,
presbiopia, dan astigmatisma.
a) Miopi
Pada miopia panjang bola mata anteroposterior dapat terlalu besar atau kekuatan pembiasan media refraksi terlalu kuat. Pasien dengan miopia akan menyatakan melihat jelas bila dekat, sedangkan melihat jauh kabur atau disebut pasien adalah rabun jauh. Seseorang miopia mempunyai kebiasaan mengeryitkan matanya untuk mencegah aberasi sferis atau untuk mendapatkan efek pinhole (lubang kecil) (Ilyas, 2004 dalam Gita, 2009). Miopia tampak bersifat genetika, tetapi pengalaman penglihatan abnormal seperti kerja dekat berlebihan dapat mempercepat perkembangannya. Cacat ini dapat dikoreksi dengan kacamata lensa bikonkaf (lensa cekung), yang membuat sinar cahaya sejajar berdivergensi sedikit sebelum ia mengenai mata (Ganong, 2002).
Pada miopia panjang bola mata anteroposterior dapat terlalu besar atau kekuatan pembiasan media refraksi terlalu kuat. Pasien dengan miopia akan menyatakan melihat jelas bila dekat, sedangkan melihat jauh kabur atau disebut pasien adalah rabun jauh. Seseorang miopia mempunyai kebiasaan mengeryitkan matanya untuk mencegah aberasi sferis atau untuk mendapatkan efek pinhole (lubang kecil) (Ilyas, 2004 dalam Gita, 2009). Miopia tampak bersifat genetika, tetapi pengalaman penglihatan abnormal seperti kerja dekat berlebihan dapat mempercepat perkembangannya. Cacat ini dapat dikoreksi dengan kacamata lensa bikonkaf (lensa cekung), yang membuat sinar cahaya sejajar berdivergensi sedikit sebelum ia mengenai mata (Ganong, 2002).
b) Hipermetropia
Hipermetropia atau rabun dekat merupakan keadaan gangguan kekuatan pembiasan mata dimana sinar sejajar jauh tidak cukup dibiaskan sehingga titik fokusnya terletak di belakang retina. Pasien dengan hipermetropia apapun penyebabnya akan mengeluh matanya lelah dan sakit karena terus menerus harus berakomodasi untuk melihat atau memfokuskan bayangan yang terletak di belakang makula agar terletak di daerah makula lutea. Keadaan ini disebut astenopia akomodatif. Akibat terus menerus berakomodasi, maka bola mata bersama-sama melakukan konvergensi dan mata akan sering terlihat mempunyai kedudukan estropia atau juling ke dalam (Ilyas, 2004 dalam Gita, 2009). Cacat ini dapat dikoreksi dengan menggunakan kacamata lensa cembung, yang membantu kekuatan refraksi mata dalam memperpendek jarak fokus (Ganong, 2002)
Hipermetropia atau rabun dekat merupakan keadaan gangguan kekuatan pembiasan mata dimana sinar sejajar jauh tidak cukup dibiaskan sehingga titik fokusnya terletak di belakang retina. Pasien dengan hipermetropia apapun penyebabnya akan mengeluh matanya lelah dan sakit karena terus menerus harus berakomodasi untuk melihat atau memfokuskan bayangan yang terletak di belakang makula agar terletak di daerah makula lutea. Keadaan ini disebut astenopia akomodatif. Akibat terus menerus berakomodasi, maka bola mata bersama-sama melakukan konvergensi dan mata akan sering terlihat mempunyai kedudukan estropia atau juling ke dalam (Ilyas, 2004 dalam Gita, 2009). Cacat ini dapat dikoreksi dengan menggunakan kacamata lensa cembung, yang membantu kekuatan refraksi mata dalam memperpendek jarak fokus (Ganong, 2002)
c) Astigmatisma
Kelainan refraksi karena kelengkungan kornea yang tidak teratur disebut astigmatisma. Pada penderita astigmatisma, sistem optik yang astigmatismatik menimbulkan perbesaran atas satu objek dalam berbagai arah yang berbeda. Satu titik cahaya yang coba difokuskan, akan terlihat sebagai satu garis kabur yang panjang. Mata yang astigmatisma memiliki kornea yang bulat telur, bukannya seperti kornea biasa yang bulat sferik. Kornea yang bulat telur memiliki lengkung (meridian) yang tidak sama akan memfokus satu titik cahaya atau satu objek pada dua tempat, jauh dan dekat. Lensa yang digunakan untuk mengatasi astigmatisma adalah lensa silinder. Tetapi pada umumnya, di samping lensa silinder ini, orang yang astigmatisma membutuhkan juga lensa sferik plus atau minus yang dipasang sesuai dengan porosnya (Youngson, 1995 dalam Gita, 2009).
Kelainan refraksi karena kelengkungan kornea yang tidak teratur disebut astigmatisma. Pada penderita astigmatisma, sistem optik yang astigmatismatik menimbulkan perbesaran atas satu objek dalam berbagai arah yang berbeda. Satu titik cahaya yang coba difokuskan, akan terlihat sebagai satu garis kabur yang panjang. Mata yang astigmatisma memiliki kornea yang bulat telur, bukannya seperti kornea biasa yang bulat sferik. Kornea yang bulat telur memiliki lengkung (meridian) yang tidak sama akan memfokus satu titik cahaya atau satu objek pada dua tempat, jauh dan dekat. Lensa yang digunakan untuk mengatasi astigmatisma adalah lensa silinder. Tetapi pada umumnya, di samping lensa silinder ini, orang yang astigmatisma membutuhkan juga lensa sferik plus atau minus yang dipasang sesuai dengan porosnya (Youngson, 1995 dalam Gita, 2009).
“presbiopi”
ini fisiologis.jadi,tidak termasuk anomaly refraksi.pada umur 40 th,daya presbiopi
1D,setiap tambah lagi 10 th tambah 1D.maksimal 3D karena jarak baca 30cm (D=1/f
meter).
Rumus
perhitungan visus =
V =
d/D
Keterangan
:
V =
visus
d =
jarak optotype dengan probandus
D =
angka disamping deretan huruf pada optotype yang terkecil yang masih bisa
dibaca probandus (Anonim.2016)
III.
Alat dan Bahan
1.Alat
:
a.optotype
snellen
b.
pulpen
c.buku/kertas
catatan
d.
penggaris
2.bahan
a.probandus
(10 probandus)
IV.
Cara kerja
1.siapkan
optotype snellen dan probandus
2.probandus
duduk pada jarak 6m dari optotype
3.mata
probandus diperiksa satu persatu ,mata yang tidak diperiksa ditutup.
4.kemudian
pemeriksa menunjuk uruf huruf pada deretan yang paling atas pada optotype snellen
5.pemeriksa
menunjuk huruf huruf pada optotype snellen semakin kebawah,sampai probandus
tidak dapat membaca lagi.
6.catat
hasil pemeriksaan visus
No.
|
Probandus
(kelamin)
|
Usia
(th)
|
Jarak
(d)
|
Jarak huruf
kiri
|
Jarak huruf
(kanan)
|
Visus
Mata
kanan
|
Visus
Mata
kiri
|
keterangan
|
1
|
Probandus I (Pr)
|
18
|
6m
|
15
|
20
|
6/15
|
6/20
|
Normal
|
2
|
Probandus II (pr)
|
18
|
6m
|
120
|
120
|
6/120
|
6/120
|
Miopi
|
3
|
Probandus III (lk)
|
19
|
6m
|
15
|
15
|
6/15
|
6/15
|
Normal
|
4
|
Probandus IV (pr)
|
19
|
6m
|
15
|
15
|
6/15
|
6/15
|
Normal
|
5
|
Probandus V (pr)
|
19
|
6m
|
15
|
15
|
6/15
|
6/15
|
Normal
|
6
|
Probandus VI (pr)
|
19
|
6m
|
20
|
25
|
6/20
|
6/25
|
Kanan = normal,kiri = miopi
|
7
|
Probandus VII (pr)
|
18
|
6m
|
20
|
20
|
6/20
|
6/20
|
Normal
|
8
|
Probandus VIII (pr)
|
22
|
6m
|
20
|
25
|
6/20
|
6/25
|
Kanan = normal
Kiri = miopi
|
9
|
Probandus IX (pr)
|
19
|
6m
|
15
|
15
|
6/15
|
6/15
|
Normal
|
Keterangan
: D dari 20-15 masih dikatakan normal
D
dari 25-200 dikatakan miopi
Pr =
perempuan
Lk =
laki laki
VI.
pembahasan
Pada praktikum kali ini melakukan tes visus
(ketajamn penglihatan) yang berarti ukuran,berapa jauh,dan detail suatu benda
dapat tertangkap oleh mata. (muniati,dkk.2010)
Dalam
praktikum in disiapkan 9 probandus dengan usia dan jenis kelamin yang
berbeda,agar data yang dihasilkan bervarian.sehingga dapat membedakan anatra
yang normal dan tidak.faktor dari berkurangnya ketajaman penglihatan itu
sendiri antara lain :
Waktu
papar,umur/usia seseorang,karena kuat penerangan atau pencahayaan nya serta
karena kelainan refraksi.
Pemeriksaan visus ini dapat dilakukan
dengan menggunakan optotype snellen yaitu sebuah ukuran kuantitatif .suatu
kemampuan untuk mengidentifikasi simbol simbol yang berwarna hitam dengan latar
belakang putih dengan jarak jarak yang telah distandarisasi serta ukuran yang
bervariasi.ini adalah pengukuran funsi visual yang tersering digunakan dalam
klinik.
Optotype
snellen ini terdiri atas deretan huruf dengan ukuran yang berbeda dan
bertingkat serta disusun dalam baris mendatar.huruf yang teratas adalah yang
paling besar dan makin kebawah semakin kecil.
Pemeriksaan visus ini mula mula probandus
diperkenankan untuk duduk dengan jarak 6m dari optotype snellen.kemudian
probandus menutup salah satu matanya yang tidak diperiksa.karna pemeriksaan ini
dilakukan satu persatu mata secara
bergantian.pemeriksa menunjuk deretan huruf huruf pada optotype snellen dari
atas sampai kebawah sampai probandus tidak dapat melihat lagi huruf tersebut.
Probandus harus membaca pada jarak
6m,karena pada jarak ini mata akan melihat benda dalam keadadn beristirahat dan
tanpa akomodasi.dan ada jarak 6m nilah mata normal mampu menangkap bayangan
benda agar jatuh tepat pada retina mata.
Pada praktikum ini probandus
I,III,IV,V,VII.&IX visusnya dinyatakan normal.pada probandus II visusnya
dnyatakan miopi dan pada probandus VII dan VII pada mata sebelah kananny
normalteteapi pada mata kirinya miopi.
Pada jarak huruf (D) 20-15 probandus
dinyatakan normal,tetapi pada jarak huruf (D) dari 25-200 dinyatak miopi.
Cara
mengatasi miopi seseorang dapat menggunakan kaca mata lensa cekung (kaca mata
minus)yang akan membantu mendapatkan bayangan jatuh tepat pada retina.
VII.kesimpulan
Maka,berdasarkan pemerisaan hasil visus
menggunakan optype snellen ini,probandus I,II,IV,V,VII,dan IX dinyatakan
normal.
Probandus II
dinyatakan miopi dan probandus VI,dan VII dinyatakan mata kanannya normal
sedangkan mata kirinya miopi.
VIII. Daftar pustaka
Anonim.2016.buku
petunjuk praktikum.universitas pekalongan:pekalongan
Edi.S.affandi.2010
dalam buku gita: 2009
Ganong,f.william.2002.buku
ajar fisiologi kedokteran.jakarta : ed.20.EGC jakarta
https : //inayahqalem.blogspot.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar