Palpasi dan tekanan darah
Denyut nadi dan tekanan darah merupakan
faktor-faktor yang dipakai sebagai indikator untuk menilai sistem
kardiovaskuler seseorang. Selain dua hal tersebut, biasanya dapat dilakukan
pengukuran kolesterol dalam darah – yakni dengan mengukur rasio LDL atau
kolesterol jahat terhadap HDL atau kolesterol baik; serta tes doppler. Tes ini
digunakan untuk menentukan seberapa baik sirkulasi darah ke seluruh sistem
kardiovaskular. Pemeriksaan ini menggunakan instrumen komputer yang
canggih untuk mengukur secara akurat tekanan darah atau voleme darah, yang
mengalir ke seluruh sistem sirkulasi, termasuk tangan , kaki, tungkai, lengan
dan leher (Sanif, 2008).
Denyut nadi (pulse rate) menggambarkan
frekuensi kontraksi jantung seseorang. Pemeriksaan denyut nadi sederhana,
biasanya dilakukan secara palpasi. Palpasi adalah cara pemeriksaan dengan
meraba, menyentuh, atau merasakan struktur dengan ujung-ujung jari; sedangkan
pemeriksaan dikatakan auskultasi, apabila pemeriksaan dilakukan dengan
mendengarkan suara-suara alami yang diproduksi dalam tubuh (Saladin, 2003).
Pada umumnya, pengukuran denyut nadi dapat
dilakukan pada sembilan titik yaitu arteri radialis, arteri brakhialis, arteri
carotis communis, arteri femoralis, arteri dorsalis pedis, arteri popolitea,
arteri temporalis, arteri apical, arteri tibialis posterior (Michael, 2006).
Pulsa denyut nadi terbentuk seiring dengan
didorongnya darah melalui arteri. Untuk membantu sirkulasi, arteri
berkontraksi dan berelaksasi secara periodik; kontraksi dan relaksasi arteri
bertepatan dengan kontraksi dan relaksasi jantung seiring dengan dipompanya
darah menuju arteri dan vena. Dengan demikian, pulse rate juga dapat
mewakili detak jantung per menit atau yang dikenal dengan heart rate
(Quan, 2006). PMI, atau Point of Maximal Impulse, dapat ditemukan pada
sisi kiri dada, kurang lebih 2 inci ke kiri dari ujung sternum. Titik ini dapat
dipalpasi dengan mudah; dan pada titik ini pula biasanya apical pulse
diperiksa secara auskultasi dengan menggunakan stetoskop.
Tekanan darah adalah gaya yang ditimbulkan oleh
darah terhadap satuan luas dinding pembuluh darah (arteri). Tekanan ini
harus adekuat, yaitu cukup tinggi untuk menghasilkan gaya dorong terhadap darah
dan tidak boleh terlalu tinggi yang dapat menimbulkan kerja tambahan bagi
jantung. Umumnya, dua harga tekanan darah diperoleh dalam pengukuran, yakni
tekanan sistole dan diastole.
Sistole dan diastole merupakan dua periode yang
menyusun satu siklus jantung. Diastole adalah kondisi relaksasi, yakni saat
jantung terisi oleh darah yang kemudian diikuti oleh periode kontraksi atau
sistole. Satu siklus jantung tersusun atas empat fase (Saladin, 2003),
1. Pengisian ventrikel (ventricular filling)
Adalah fase diastolik, saat ventrikel mengembang
dan tekanannya turun dibandingkan dengan atrium. Pada fase ini, ventrikel
terisi oleh darah dalam tiga tahapan, yakni pengisian ventrikel secara cepat,
diikuti dengan pengisian yang lebih lambat (diastasis), hingga kemudian
proses diakhiri dengan sistole atrial. Hasil akhir diperoleh EDV (End
Diastolic Volume), yang merupakan volume darah total yang mengisi tiap
ventrikel, besarnya kurang lebih 130 mL.
2. Kontraksi isovolumetrik (isovolumetric
contraction)
Mulai fase ini, atria repolarisasi, dan berada
dalam kondisi diastole selama sisa siklus. Sebaliknya, ventrikel mengalami
depolarisasi dan mulai berkontraksi. Tekanan dalam ventrikel meningkat tajam,
namun darah masih belum dapat keluar dari jantung dikarenakan tekanan pada
aorta (80 mmHg) dan pulmonary trunk (10 mmHg)masih lebih tinggi
dibandingkan tekanan ventrikel, serta masih menutupnya keempat katup jantung.
Dalam fase ini, volume darah dalam ventrikel adalah tetap, sehingga dinamakan
isovolumetrik.
3. Pompa ventrikuler (ventricular ejection)
Pompa darah keluar jantung dimulai ketika tekanan
dalam ventrikel melampaui tekanan arterial, sehingga katup semilunaris terbuka.
Harga tekanan puncak adalah 120 mmHg pada ventrikel kiri dan 25 mmHg pada
ventrikel kanan. Darah yang keluar jantung saat pompa ventrikuler dinamakan Stroke
Volume (SV), yang besarnya sekitar 54% dari EDV. Sisa darah yang tertinggal
disebut End Systolic Volume (ESV); dengan demikian SV = EDV – ESV.
4. Relaksasi isovolumetrik (isovolumetric
relaxation)
Awal dari diastole ventrikuler, yakni saat mulai
terjadinya repolarisasi. Fase ini juga disebut sebagai fase isovolumetrik,
karena katup AV belum terbuka dan ventrikel belum menerima darah dari atria.
Maka yang dimaksud dengan tekanan sistole adalah
tekanan puncak yang ditimbulkan di arteri sewaktu darah dipompa ke dalam
pembuluh tersebut selama kontraksi ventrikel, sedangkan tekanan diastole adalah
tekanan terendah yang terjadi di arteri sewaktu darah mengalir ke pembuluh
hilir sewaktu relaksasi ventrikel. Selisih antara tekanan sistole dan diastole,
ini yang disebut dengan blood pressure amplitude atau pulse pressure
(Stegemann, 1981).
Sphygmomanometer adalah alat yang digunakan untuk
mengukur tekanan darah arteri. Alat ini terdiri dari sebuah manset elastis yang
berisi kantong karet tiup.
Ketika manset diikatkan pada lengan,
inflasi dari kantong karet memampatkan jaringan bawah manset. Jika kantong
karet membengkak untuk tekanan yang melebihi nilai puncak gelombang nadi,
arteri terus melemah dan tidak ada gelombang pulsa yang bisa teraba
di arteri perifer. Jika tekanan dalam spontan secara bertahap dikurangi, suatu
titik akan tercapai di mana terdapat gelombang pulsa sedikit melebihi tekanan
pada jaringan sekitarnya dan dalam kantong karet. Pada tingkat itu, denyut nadi
menjadi teraba dan tekanan yang ditunjukkan pada manometer air raksa adalah
ukuran dari nadi puncak atau tekanan sistolik.
Aliran darah mengalir melalui arteri di
bawah manset dengan cepat dan mempercepat kolom darah di cabang arteri
perifer, menghasilkan turbulensi dan suara khas, yang dapat didengar melalui
stetoskop. Sebagian tekanan dalam manset dikurangi lebih lanjut. Perbedaan
antara tekanan sistolik dan tekanan manset semakin melebar dan arteri terbuka
selama beberapa waktu. Secara umum, jumlah darah bergelombang di bawah manset
juga sama meningkatnya, dan suara jantung melalui stetoskop cenderung mengeras.
Ketika tekanan dalam manset turun di bawah tekanan minimal gelombang nadi,
arteri tetap terbuka terus menerus dan suara yang dipancarkan menjadi teredam
karena darah terus mengalir dan derajat percepatan darah oleh gelombang pulsa
tiba-tiba dikurangi. Pada masih rendah manset tekanan, suara hilang sama sekali
sebagai aliran laminar dan aliran darah menjadi normal kembali (Rushmer,
1970). Adapun bunyi yang didengar saat auskultasi pemeriksaan tekanan darah
disebut dengan bunyi korotkoff, yakni bunyi yang ditimbulkan karena
turbulensi aliran darah yang ditimbulkan karena oklusi parsial dari arteri
brachialis.
Berbagai faktor memepengaruhi denyut nadi dan
tekanan darah, seperti halnya aktivitas hormon, rangsang saraf simpatis, jenis
kelamin, umur, suhu tubuh, termasuk juga diantaranya posisi dan aktivitas fisik.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar